Kamis, 05 Februari 2009

HARI-HARI PUSKOMDA

Assalamu’alaikum. Mau nanya, apakah Aida ada amanah di FSKI. Jika tidak memberatkan, apa Aida mau ditempatkan di Media Center Daerah Puskomda FSLDK Sumbar?
Begitulah kira-kira bunyi sms yang masuk ke inbox ponsel ana ketika itu. Entah sebegitu percayakah orang-orang kepadaku? Atau mereka benar-benar belum tahu siapa Aida itu sebenarnya. Beberapa bulan yang lalu, aku pernah membuat kecewa wajihah yang berdekatan dengan Puskomda hanya karena tidak bisa mengkoordinir adik-adik setingkat di bawahku dalam pengadaan acara Salam Muharram. Gamang rasanya mengungkapkan kepahitan perasaan.
Akhir 2006
Memasuki kawasan gudang ilmu medis dan kesehatan, gedung yang rata-rata dicat putih itu seperti ada sebuah kekuatan yang merasuk ke jiwa dan mengatakan, ini bukan tempat yang baik untuk ana. Bodohnya diri ketika menghitamkan bulatan pada formulir SPMB. Mengapa diri sampai terjebak di sini, bukanlah salah siapa-siapa. Barangkali ALLAH punya rahasia di balik semua itu. Mencoba mencintai ketika terjerembab jatuh saat menyadari, awal keterasingan yang begitu menakutkan.
Permulaan yang tidak begitu kuat memang tidak pernah memberi hasil yang baik. Hari-hari terjalani begitu saja tanpa makna lagi. Tidak ada lagi baju kurung berwarna hijau dan sarung bermotif yang dipakai setiap Jumat, ketika sedang duduk mendengarkan materi di Forum AnNisa. Tidak ada lagi rapat-rapat di sore hari dengan anak rohis dari sekolah lain. Kejengkelan demi kejengkelan karena rapat yang terus saja molor. Tidak ada lagi ungkapan-ungkapan jenaka di sudut mesjid sekolah. Candaan yang kadang agak kelewatan. Diskusi-diskusi lepas. Bahasan-bahasan soal ujian dan ketegangan memasuki bulan-bulan terakhir terdepaknya kami di sekolah.
Yang ada adalah air mata ketika menatap nama YULMAIDA terpampang manis di urutan ke sekian yang berhasil menjebol pintu universitas. Bukannya senang, malah ketakutan itu muncul tiba-tiba. Menyadari tak seorang pun teman-teman dekat yang masuk di fakultas yang sama. Menimpa terlalu banyak. Saat keanggunan calon dokter itu tidak membuat betah. Barangkali faktor habitual saja, aku suka hal yang sederhana. Meski tidak semuanya tapi diri ini sudah terlanjur kecewa. Memang tidak seharusnya lagi berfikir kekanak-kanakan seperti itu. Setiap kita selalu akan dibawa ke arena asing yang tidak diduga.
Ogah-ogahan terjadilah di sana. Frekuensi absen makin menumpuk. Ajakan makin sering. Setali tiga uang dengan pertanyaan-pertanyaan yang seakan-akan menghujat. Bagaimana dakwah di jurusannya, Dek?
Kadang batin ini terlalu sering menjerit. Sampai sekarang setika didepaknya aku ke kaderisasi dengan alasan satu-satunya akhwat yang cukup mengerti dalam soal dakwah. Mengapa harus aku? Mungkin itu pertanyaan yang sangat bodoh yang pernah membikin telinga teman-teman geli mendengarnya. Bukankah semua kita DAI?
Entah disebabkan apa. Tak terasa semua hari-hari di istana ber-AC menjadi neraka. Selesai dosen terakhir menerangkan isi slide materi kuliah, selesailah hari itu di kampus. Tidak ada lagi kegiatan yang menarik bagiku kecuali, membayangkan sampai di kost dan menulis. Mungkin semua teman-teman protes. Anak yang satu ini sering tidak kelihatan. Akhirnya tercatatlah aku sebagai anak yang aneh di kampus. Suka sendirian.
Sekolah pun memanggil-manggil. Entah kelemahan diri ini yang tidak jago berkomunikasi. Semua yang ada unsur berbicaranya, ditinggalkan. Tim mentoring sekolahpun mungkin jengkel. Tapi inilah diri yang sebenarnya. Tidak dpungkiri, kepengurusan yang lamanya dua tahun itu sungguh sangat lama bagi ana.
Titik balik di tahun 2007
Bagaimanapun, tidak ada lagi perasaan tenang di hati ini. Semuanya terasa mengejar-ngejar. Kadang bertegur sapa aku hindari agar tidak ada lagi pertanyaan-pertanyaan yang membeban. Dan sudah sewajarnyalah seseorang yang gamang ini ingin mencoba sesuatu yang mulai disukainya. Anak pembangkang itu melangkahi syuro fakultas. Seenaknya masuk FKI tanpa pemberitahuan. Tapi, itulah pilihan. Bagaimana mungkin diri ini bisa berguna di lingkungan yang sama-sekali tidak nyaman. Ini pilihan, tidak ada yang bisa melarang.
Namun kekuatan waktu tak bisa ditahan. Sedang kerja tak pernah maksimal. Mungkin tidak ada yang puas. Maafkanlah aku, sesungguhnya diri ini benar-benar insan yang lemah dan banyak salah.
Ketakutan-ketakutan masih terjadi. Saat harus membacakan isi program kerja. Saat harus mengkoordinir adik-adik magang di kegiatan Salam Muharram. Mungkin tidak ada yang peduli. Tapi inilah diri yang mengaku Sang Pejalan. Rasanya tidak ada yang dikerjakan. Meski semangat itu kembali muncul. Akhirnya diri ini lari lagi.
Ketika harus meninggalkan di 2008
Tidak selamanya harus berada di sana. Mereka memanggil lagi. Kali ini amanah itu terasa sangat berat. Rumput-rumput jarang ana pijaki lagi. Gedung-gedung tak lagi mesra ana tatap. Berganti dengan rapat di mushalla. Ah, kapan diri ini bisa memaksimalkan diri di suatu tempat? Akhirnya pertanyaan itu muncul lagi, “Aida kemana saja? Kok tidak pernah kelihatan?”
Betapa berat sampai sms itu muncul. Tawaran amanah di saat amanah lain begitu teralalaikan. Butuh waktu untuk memikirkannya. Sampai didesak untuk memberi jawaban. Entah apa yang merasuki, tawaran itu ana terima meski ana tahu kaderisasi akan terlupakan. Di FLP pun serampangan ana sentuh. Kadang ada kadang tidak. Kembali banyak yang bertanya. Kemana saja selama ini?
Maka, begitu nyaman rasanya ketika bergelut dengan tuntutan untuk mengelola bulletin yang diamanahkan oleh koor MCD. Meski awalnya merasa tidak sanggup. Tapi ketika mencoba rasanya tanggan ini begitu ringan melayout dan menulis. Sampai pagi pun aku jabanin hanya untuk mengejar deadline bulletin yang harus segera cetak.
Sungguh aneh, ketika menemukan suasana yang begitu lama diidamkan, letaknya di sini. Bukan hendak membantah apa yang telah terjadi, tapi diri ini menjadi sangat jauh. Lebih jauh lagi dari dakwah fakultas.
Menjerit batin ini, tak seorang pun yang tahu. Mengeluh pun tak seorang pun yang akan memahami. Sebab orang bertumpu sesuai standar. Menggelikan mendengar keluhan-keluhan itu, pernah aku temukan. Aku yakin sekarang… hanya Allah tempat terbaik bercerita, mengeluh, meminta, memohon perlindungan dan pertolongan. Allah saja yang tahu hati hamba-hambaNya. Berikut satu detik…satu detik berikut… aku harus maju
Memasuki tahun 2009
Kekuatan ibadah harus diperkencang. Rasanya terlalu lama lalai membiarkan diri ini bermaksiat kepadanya. Lupa dari semua tanggung jawab sebagai hamba dan tidak peduli dengan amanah. Inilah saatnya untuk mengubah sesuatu yang menjadi cacat diri. Berjalan dibumi dengan tongkat kemalasan itu tidak ada lagi.
Yang ada adalah hair-hari dimana warna masa depan semakin bersemi. Ukhuwah semakin rapi. Jasad semakin kuat.
Yang ada adalah hari-hari dimana mentari disambut dengan penuh cinta. Tak ada lagi tidur setelah bangun. Yang ada adalah bangun setelah tidur. Bila mimpi mengikat, ikatlah dengan doa. Semoga menjadi sebuah cerita abadi tentang seorang manusia yang mencari. Sang pejalan yang harus segera berlari.
Mengejar ketertinggalan saat ini, adalah tatapan penuh arti pada orang-orang. Mekarnya kenikmatan berdiam diri dengan sebuah kontemplasi. Biarkan diri ini terus mencari. Sehingga suatu hari berkata dengan bangganya, “Akulah Sang Pejalan!”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar