Minggu, 08 Maret 2009

SI PENYAIR BUTA DAN TONGKAT YANG PATAH

Pengetahuan berfase bertingkat-tingkat
Menampak kerut, merujuk kitab
Mendengar lafaz, menimbul tanya

Pengetahuan urung beranjak lari
Sebab si buta telah berjalan di sisi
Menampik untuk dibimbing

Pengetahuan terlalu cepat melompat
Si buta bukan tak bisa
Tapi mata tak melihat

Maka bagaimanakah si buta meraba
Sedang tongkat telah lama ditinggal
Sebab tongkat telah lama dipatah

Dengarlah sajakku ini
Kutulis sebagai keluh yang semakin keruh
Mungkin tak sedalam penyelam
Mungkin tak seindah isi laut
Hanya mencari celah yang tersisa
Agar tak tenggelam kata-kata
Agar tak karam mengayuh pena

Pengetahuan ibarat sisi jiwa
Yang rindu cahaya
Ah, tidak
Bukan penganalogian yang tepat
Sebab pengetahuan sendiri adalah cahaya
Yang mencerahkan masa, bersama tulisannya
Demi pena, demi masa
Saksikanlah bahwa ceruk itu telah semakin lebar
Tinta menggenang tiap harinya
Pembiaran berkeliaran bersama kenakalan kata
Itulah si buta
Tak bertongkat
Tak bermata melihat
Dan perabaan pada sesuatu yang kasat tak pula sempurna
Bagaimana memahami sketsa
Sedang dalam nyata, tinta meluap jadi jelaga
Memahat kelam yang semakin membutakan

Adalah si buta
Tak bertongkat
Tak bermata melihat
Diri adalah debu yang terbang
Air yang menetes
Semakin lama habislah penglihatan
Tongkat patah telah lama ditinggal

Tongkatnya
Dulunya adalah pemaksa dia berjalan benar
Garis di sisi kanan dan kiri pun tak terhapus oleh jejak
Sebab jejaknya sendiri pun tak pernah menyimpang

Kata-kata menjadi curahan rasa
Makna mengalir membabi buta
Berderai sulit ditampung
Penuh kebaikan taman jiwanya
Tempat mencari dari kesesatan
Tampat bertenang dari kegundahan

Sebelumnya dia tak buta
Sebelumnya penglihatannya sempurna
Sebelumnya?
Tidak berlebih aku kalau menyebutnya penyair mulia
Bikinkan dia istana
Hamparkan permadani di dekat kakinya menuju rumah barunya
Niscaya tangan dan kakinya tetap menulis
Agar dunia tak kehilangannya limpahan arti hidupnya
Baginya dunia tak selezat kata
Atau kata selezat dunia

Tapi si penyair telah buta kini
Kitab demi kitab dibakar di malam dingin
Asapnya jadi tembakau
Uapnya jadi vodka
Pengetahuannya yang ibarat tongkat itu patah
Disiksa hempasan kebebasan liarnya

Dunia lebih lezat dari kata
Si penyair kini telah buta
Ditempatkannya kata pada nafsu semata

29/01/2009 23:07:46

2 komentar: